Dengan topik yang sedemikian luas, sungguh merupakan tugas yang sulit untuk merangkum dalam beberapa ratus kata apa yang saya anggap sebagai gagasan-gagasan paling mendasar yang seharusnya kini menjadi pusat perhatian bagi mereka yang mencari pemahaman sejati tentang metafisika.

Saya akan melakukan yang saya mampu dalam bentuk tiga pokok dasar.

Pokok dasar ini adalah: Pengamatan Diri, Penetapan Tujuan, dan Pelepasan.

Tujuan dari metafisika sejati adalah untuk melahirkan kembali atau membawa perubahan psikologis radikal dalam diri individu. Perubahan semacam itu tidak dapat terjadi sampai individu terlebih dahulu menemukan diri yang hendak ia ubah. Penemuan ini hanya dapat terjadi melalui pengamatan tanpa kritik terhadap reaksinya terhadap kehidupan. Jumlah keseluruhan dari reaksi-reaksi ini mendefinisikan keadaan kesadarannya, dan keadaan kesadaran inilah yang menarik situasi serta keadaan hidupnya.

Maka titik awal dari metafisika sejati, dalam sisi praktisnya, adalah pengamatan diri untuk menemukan reaksi-reaksi kita terhadap kehidupan, reaksi-reaksi yang membentuk diri rahasia kita – sebab dari segala fenomena kehidupan.

Bersama Emerson, saya menerima kenyataan bahwa “Manusia mengelilingi dirinya dengan citra sejati dirinya . . . apa adanya kita, itulah saja yang dapat kita lihat.”

Ada hubungan yang pasti antara yang lahiriah dan yang batiniah dalam diri manusia, dan senantiasa keadaan batin kitalah yang menarik kehidupan lahiriah kita. Karena itu, individu harus selalu memulai dari dirinya sendiri. Dirinyalah yang harus diubah.

Manusia, dalam kebutaannya, cukup puas dengan dirinya sendiri, namun sungguh tidak menyukai keadaan serta situasi hidupnya. Ia merasakan hal ini karena tidak tahu bahwa sebab dari ketidakpuasannya bukanlah kondisi atau orang yang ia salahkan, melainkan diri yang begitu ia sukai. Tanpa menyadari bahwa “ia mengelilingi dirinya dengan citra sejati dirinya” dan bahwa “apa adanya ia, itulah saja yang dapat ia lihat,” ia terkejut ketika menyadari bahwa ternyata selalu kelicikannya sendiri yang membuatnya curiga terhadap orang lain.

Pengamatan diri akan menyingkapkan si penipu ini dalam diri kita semua; dan pribadi ini harus diterima sebelum dapat terjadi transformasi dalam diri kita.

Pada saat ini, cobalah memperhatikan keadaan batinmu. Kepada pikiran-pikiran apa engkau sedang menyetujui? Dengan perasaan apa engkau sedang mengidentifikasi dirimu? Engkau harus selalu berhati-hati di mana engkau berada dalam dirimu.

Kebanyakan dari kita berpikir bahwa kita baik hati dan penuh kasih, murah hati dan toleran, pemaaf dan luhur; tetapi pengamatan tanpa kritik atas reaksi kita terhadap kehidupan akan menyingkapkan suatu diri yang sama sekali tidak baik hati dan penuh kasih, tidak murah hati dan toleran, tidak pemaaf dan luhur. Dan justru diri inilah yang pertama-tama harus kita terima dan kemudian kita ubah.

Kelahiran kembali bergantung pada pekerjaan batin terhadap diri sendiri. Tidak seorang pun dapat dilahirkan kembali tanpa mengubah diri ini. Setiap kali serangkaian reaksi yang sepenuhnya baru memasuki kehidupan seseorang, suatu perubahan kesadaran telah terjadi, suatu kelahiran kembali rohani telah berlangsung.

Setelah menemukan, melalui pengamatan tanpa kritik atas reaksi-reaksi hidupmu, suatu diri yang harus diubah, kini engkau harus merumuskan tujuan. Yaitu, engkau harus menetapkan siapa yang ingin engkau jadikan dirimu, sebagai ganti dari siapa engkau sebenarnya dalam rahasia. Dengan tujuan ini yang jelas ditetapkan, engkau harus, sepanjang hari dalam kesadaran bangunmu, memperhatikan setiap reaksimu terhadap tujuan ini.

Alasannya adalah karena setiap orang hidup dalam suatu keadaan kesadaran tertentu, yang telah kita sebut sebagai jumlah keseluruhan reaksi-reaksinya terhadap kehidupan. Karena itu, dalam menetapkan suatu tujuan, engkau sedang menetapkan suatu keadaan kesadaran, yang, seperti semua keadaan kesadaran, pasti mempunyai reaksi-reaksi terhadap kehidupan. Sebagai contoh: jika sebuah desas-desus atau komentar sepele dapat menimbulkan reaksi cemas pada seseorang dan tidak menimbulkan reaksi apa pun pada orang lain, ini merupakan bukti nyata bahwa kedua orang tersebut hidup dalam dua keadaan kesadaran yang berbeda.

Jika engkau menetapkan tujuanmu sebagai seorang yang luhur, murah hati, teguh, dan baik hati – dengan mengetahui bahwa segala sesuatu adalah keadaan kesadaran – engkau dapat dengan mudah mengetahui apakah engkau setia pada tujuanmu dalam hidup dengan memperhatikan reaksimu terhadap peristiwa sehari-hari. Jika engkau setia pada cita-citamu, reaksimu akan sesuai dengan tujuanmu, sebab engkau telah mengidentifikasi dirimu dengan tujuan itu, dan karena itu, engkau akan berpikir dari tujuan itu. Jika reaksimu tidak selaras dengan cita-citamu, itu pertanda pasti bahwa engkau terpisah dari cita-citamu dan hanya memikirkannya. Anggaplah engkau adalah pribadi penuh kasih yang ingin engkau jadikan dirimu, dan perhatikan reaksimu sepanjang hari terkait anggapan itu; sebab reaksimu akan memberitahumu dari keadaan mana engkau sedang beroperasi.

Di sinilah pokok dasar ketiga – Pelepasan – masuk. Setelah menemukan bahwa segala sesuatu adalah keadaan kesadaran yang menjadi nyata dan setelah menetapkan keadaan tertentu yang ingin kita wujudkan, kini kita mulai melaksanakan tugas memasuki keadaan itu, sebab kita harus bergerak secara psikologis dari tempat kita berada menuju tempat yang kita kehendaki.

Tujuan dari melatih pelepasan adalah untuk memisahkan kita dari reaksi-reaksi kita saat ini terhadap kehidupan dan melekatkan kita pada tujuan hidup kita. Pemisahan batin ini harus dikembangkan melalui latihan. Pada awalnya tampak seakan kita tidak memiliki kuasa untuk memisahkan diri dari keadaan batin yang tidak diinginkan, semata-mata karena kita selalu menganggap setiap suasana hati, setiap reaksi, sebagai sesuatu yang alami dan telah mengidentifikasi diri dengannya. Ketika kita tidak tahu bahwa reaksi kita hanyalah keadaan kesadaran dari mana kita dapat memisahkan diri, kita akan berputar-putar dalam lingkaran masalah yang sama – tidak melihatnya sebagai keadaan batin, melainkan sebagai situasi lahiriah. Kita melatih pelepasan, atau pemisahan batin, agar kita dapat lolos dari lingkaran reaksi kebiasaan kita terhadap kehidupan. Itulah sebabnya kita harus merumuskan suatu tujuan dan senantiasa memperhatikan diri kita sendiri terkait tujuan itu.

Ajaran ini dimulai dengan pengamatan diri. Kedua, ia bertanya, “Apa yang engkau inginkan?” Dan kemudian ia mengajarkan pelepasan dari semua keadaan negatif serta keterikatan pada tujuanmu. Keadaan terakhir ini – keterikatan pada tujuanmu – dicapai dengan sering mengasumsikan perasaan bahwa keinginanmu telah terpenuhi.

Kita harus melatih diri untuk memisahkan diri dari suasana hati dan pikiran negatif di tengah segala kesulitan dan bencana kehidupan sehari-hari. Tidak seorang pun dapat menjadi berbeda dari dirinya yang sekarang kecuali ia mulai memisahkan dirinya dari reaksi-reaksi yang ada dan mengidentifikasi dirinya dengan tujuannya. Pelepasan dari keadaan negatif dan pengasumsian keinginan yang telah terpenuhi harus dilatih di tengah segala berkat maupun kutukan kehidupan.

Jalan metafisika sejati terletak di tengah segala yang sedang berlangsung dalam kehidupan. Kita harus terus-menerus melatih pengamatan diri, berpikir dari tujuan kita, dan pelepasan dari suasana hati serta pikiran negatif jika kita ingin menjadi pelaku kebenaran, bukan sekadar pendengar belaka.

Latihlah tiga pokok dasar ini dan engkau akan naik ke tingkat-tingkat kesadaran yang semakin tinggi. Ingatlah selalu, keadaan kesadaranmulah yang menarik kehidupanmu.

Mendakilah!

Neville